Selasa, 12 April 2011


Kok nggak kapok?” tanya Imun iseng sambil menutup tipe-x.
“Karena cinta tidak harus memiliki,” sahut Jota serius.

Mer melambai-lambaikan tangannya, memanggil bajaj. Bajaj hanya lewat di depannya dengan suara mesin yang memekakkan telinga. Penumpang yang terdiri dari dua anak kecil di dalam Bajaj, tidak begitu kelihatan, hingga Mer menyangka Bajaj itu kosong. Mer ketawa geli. Imun dan Jota di sampingnya ikutan ketawa, menertawakan kebodohan Mer.
Bajaj yang lain kembali lewat. Kali ini benar-benar kosong, tidak ada penumpangnya. Mer yang bertugas sebagai penawar, langsung maju mencegat. Bajaj berhenti tepat di depan mereka.
Mer melongo sebentar. Dua temannya di belakang Mer ikutan melongo, memandangi si supir Bajaj bertopi kulit warna coklat.
“Jadi naik Bajaj enggak?” tanya si supir Bajaj, merasa dicuekin. Karena Mer belum juga bicara, apalagi menawar.
“Eh iya, bang, eh Om, mas…,” gugup Mer tersenyum aneh. Mata tajam penuh kekuatan si supir Bajaj begitu menukik ke dalam dadanya, hingga jantungnya berhenti untuk beberapa jenak.
“Ke Tebet mas, berapa?” tiba-tiba Jota langsung menyerobot maju, hingga tubuh Mer nyaris terpental.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar