Selasa, 12 April 2011


RAMBUT EMAS 
Sore harinya aku tak sabar untuk menerima komentar Papa. Dan kekhawatiranku, juga kekhawatiran Sue terbukti.

Aku buru-buru menyempurnakan posisi berdiriku. Tegak, tak lagi bersandar lesu ke tiang kayu. Dengan gerakan tak terlalu mencolok, aku pun sempat merapikan rambutku dengan sekali sentuhan dan goyangan kepala. Seulas senyum manis sudah kuhiaskan di mukaku. Dan sebuah sapaan ringan namun merdu siap pula meluncur dari bibirku.
Tapi dia berjalan lebih cepat ketika melewatiku. Menoleh sekejap pun tidak. Sederet kalimat sapa kutelan kembali dan tertanam di hatiku yang pedih. Nelangsa nian hati ini ketika kusadari kemudian Juan tidak datang untukku, melainkan untuk dua orang cewek itu. Dua orang cewek yang sama-sama cantik, yang ternyata tengah duduk di bawah pohon karet yang rindang tak jauh dari tempatku bersandar sekarang.
Oh, tololnya aku! Seharusnya aku menyadari sejak tadi bahwa aku berada dalam posisi tidak menguntungkan karena berdiri terlalu dekat dengan dua bidadari itu.
Dalam sekejap Juan tenggelam dalam obrolan seru dengan kedua cewek itu: Peggy dan Martika. Kini ketiganya sibuk membuka-buka majalah yang terbuka di atas pangkuan Peggy. Tertawa-tawa ramai, membuatku makin merasa sepi.
Juan sekali lagi tak mempedulikan aku. Dan sekali lagi terbukti bahwa aku sama sekali tidak menarik perhatian cowok seksi itu. Aku menjauh dengan langkah lesu tanpa berani menengok lagi. Kubayangkan Peggy yang agresif itu sesekali mencubit lengan Juan yang berbulu dengan gemas. Kubayangkan pula barangkali Martika yang sok pemalu itu diam-diam sibuk mengendus bau keringat Juan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar